:: Spirit
dalam Reggae yang terlupakan ::
Reggae, istilah yang dipopulerkan oleh Frederick Nathaniel "Toots" Hibbert selaku vokalis dan frontman dari The Maytals membawa pengaruh yang besar pada dunia, khususnya setelah suksesnya invansi sang legenda Desmond Dekker menyebarkan demam Skankin' ke negeri asalnya The Beatles, Rolling Stones, dan Sex Pistols (Inggris). Kata "Streggae" di Jamaika yang berarti mengacu pada sesuatu hal yang"aneh" tersebut rupanya sukses menjadi fenomena tersendiri bahkan masuk dalam Guinness World of Record.
Reggae, istilah yang dipopulerkan oleh Frederick Nathaniel "Toots" Hibbert selaku vokalis dan frontman dari The Maytals membawa pengaruh yang besar pada dunia, khususnya setelah suksesnya invansi sang legenda Desmond Dekker menyebarkan demam Skankin' ke negeri asalnya The Beatles, Rolling Stones, dan Sex Pistols (Inggris). Kata "Streggae" di Jamaika yang berarti mengacu pada sesuatu hal yang"aneh" tersebut rupanya sukses menjadi fenomena tersendiri bahkan masuk dalam Guinness World of Record.
Sementara
disaat atmosfir isu rasisme semakin kental akibat stimulasi gerakan Neo-Nazi
yang mengusung ideologi "White Power" seperti National Front (1967)
di Inggris, Desmond Dekker selaku musisi kulit hitam sekaligus pahlawan/icon
Rude Boys tersebut justru menjajah top chart Inggris (salah satu kiblat musik
dunia) dengan lagu fenomenalnya yang berjudul "Israelites" (1968),
sampai-sampai The Beatles pun menyebutkan kata "Desmond" dalam
pembuka lagunya yang berjudul"Ob-La-Di, Ob-La-Da" akibat semakin
maraknya musik "aneh" yang menghinggapi selera"young man"
di negara yang disindir oleh Johnny Rotten dengan lagu mereka yang terkenal itu
("Anarchy in the U.K").
Sebelum
grup The Wailers resmi berganti nama dari The Wailing Rudeboys, musik khas yang
berasal dari Jamaika ini pun turut sukses merasuki selera kakek moyang para
kaum Skinhead, apalagi di dukung dengan hadirnya Trojan Records yang turut
memperkenalkan genre yang diusung oleh Lee "Scratch" Perry (salah
satu founding fathers dari musik "Dub").
Pengaruh
dari Trojan Records pun tidak hanya sampai disitu saja, isu rasial yang semakin
meresahkan di lingkungan negara tersebut pun turut menjadi pemicu hadirnya
golongan Skinhead yang menamakan diri mereka "SHARP" (Skinhead Anti
Racial Prejudice), bahkan logo dari SHARP itu sendiri terinspirasi dari logonya
Trojan Records.
Filosofi
warna hitam dan putih dalam SKA adalah sebagai simbol warna persatuan yang
dipicu oleh akibat maraknya isu rasial dalam era musik tersebut, baik itu
akibat trauma dari para korban pelecehan ras yang disebabkan oleh pengaruh
golongan "White Power" (seperti organisasi KKK, National Front, dan
sejenisnya) yang telah lama menindas dan memperlakukan kulit hitam dengan
sangat keji, atau pun sebaliknya yaitu sindiran "Babylon" yang sering
disuarakan oleh para golongan kulit hitam penganut aliran Afrosentris yang
ekstrim.
Musik
"aneh" ini memang unik. Begitulah mungkin kira-kira yang ingin
diungkapkan oleh pencipta "istilah" tersebut, karena di dalam musik
ini sarat akan nilai kehidupan, potret gejolak sosial, rintihan kejujuran,
bisikan perjuangan, suara kehormatan, rasa kebanggaan, simbol persaudaraan,
bahkan sampai dengan nuansa cinta kasih. Namun akan sangat disayangkan sekali
jika musik ini sampai di negeri ini terkubur hanya diseputar pantai, hura-hura
dengan aroma ganja, rambut gimbal cuma buat gaya saja, sambil santai-santai
bermain burung sementara politikus busuk disana tersenyum melihat mentalitas
mayoritas penikmat Reggae di Indonesia ini seperti taring singa dalam sirkus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar